Etamnews.com – Mari sejenak kita merenung dan berpikir bagaimana bisa ada pihak yang melakukan pemagaran laut sepanjang 30,16 kilometer dan pemerintah seolah-olah tidak mengetahui, atau katakanlah pemerintah mengetahui dan mengambil tindakan namun pemagaran terus berlanjut. Apakah nalar publik telah dianggap mati sehingga oknum yang ada dipemerintahan dan oknum pemilik modal bisa berbuat sesuka hatinya di bumi pertiwi Indonesia. ?
Tidak ada alasan pembenar atas perbuatan memagar laut apalagi sampai sepanjang itu. Berdasarkan hasil penelusuran media ini, setidaknya berdasarkan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, pemanfaatan wilayah pesisir harus dilakukan dengan izin resmi dan mempertimbangkan kepentingan masyarakat setempat.
Kemudian pemagaran laut dinilai melanggar ketentuan internasional United Nations Convention on the Law of the Sea (UNCLOS 1982) dan Peraturan Daerah Rencana Tata Ruang DKP Provinsi Banten Nomor 2 Tahun 2023.
Untuk melihat lebih jauh bagaimana ganjilnya pemagaran laut di Tangerang, Banten ini, mari kita perhatikan kronologi yang disampaikan Tempo edisi hari ini 13 Januari 2025 berdasarkan hasil investigasinya.
14 Agustus 2024 Kepala DKP Provinsi Banten Eli Susiyanti mendapat informasi terkait adanya pemagaran laut di Tangerang.
19 Agustus 2024 tim DKP Provinsi Banten mendatangi lokasi pemagaran laut dimana saat itu pemagaran baru sepanjang 7 kilometer.
4-5 September 2024 tim DKP bersama Polsus dan Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) kembali meninjau lapangan.
5 September 2024 DKP membagi dua tim investigasi. Tim pertama langsung terjun ke lokasi dan tim kedua berkoordinasi dengan Camat dan beberapa Kepala Desa di daerah tersebut.
18 September 2024 tim DKP melakukan patroli bersama Dinas Perikanan Kabupaten Tangerang dan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia. DKP Banten memberikan instruksi untuk penghentian pemagaran yang sudah mencapai panjang 13,12 kilometer.
7 Januari 2025 KKP melakukan diskusi publik terkait dengan pemagaran laut di Kabupaten Tangerang, ironisnya panjang pagar sudah mencapai 30,16 kilometer.
9 Januari 2025 Direktur PSDKP mendatangi lokasi dan menyegel pagar bambu tersebut.
Dari kronologi diatas kita dapat melihat betapa ganjilnya proses penanganan terhadap pelanggaran yang terjadi. Jika bukan dibekingi “orang kuat” bagaimana bisa pemagaran laut terus dilakukan meskipun telah ada perintah untuk menghentikannya.
Kemudian, kita juga melihat bagaimana pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) begitu lamban dalam mengambil tindakan sampai harus melakukan diskusi publik terlebih dahulu padahal pelanggaran hukumnya sudah sangat jelas. Ada apa sebenarnya dibalik pemagaran laut di Kabupaten Tangerang yang meliputi 16 desa itu.
Bagaimana kita percaya bahwa pemerintah daerah provinsi Banten dan Kabupaten Tangerang dan Pemerintah Pusat telah bekerja dengan benar ketika 16 desa di enam kecamatan, dengan rincian tiga desa di Kecamatan Kronjo, tiga desa di Kecamatan Kemiri, empat desa di Kecamatan Mauk, satu desa di Kecamatan Sukadiri, tiga desa di Kecamatan Pakuhaji, dan dua desa di Kecamatan Teluknaga dipagar dengan leluasa dan menghambat aktivitas nelayan untuk mencari nafkah bagi penghidupan anak dan istri mereka. Lalu siapa yang harus bertanggungjawab atas pemagaran laut yang melanggar hukum dan merugikan para nelayan ?
Dalam sebuah wawancara TVonenews dengan seorang nelayan bernama Kholid ia menyebutkan 3 nama pelaku pemagaran laut tersebut yaitu Aguan dan dua orang yang disebut sebagai anak buah Aguan yang bernama Ali Hanafiah dan Engcun. Jika ini benar, maka sudah sepantasnya pemerintah segera melakukan investigasi dan menindak tegas siapapun pihak-pihak yang terlibat didalamnya.(red.hai).