Etamnews.com – Balikpapan. Aliansi Masyarakat Peduli Lindungi (AMPL), melakukan mediasi terkait kerusakan yang diperbuat oleh PT. Mitra Murni Perkasa (MMP) di kantor Pusat Pengendalian Pembangunan Ekoregion Kalimantan (P3EK). Selasa pagi (12/07/2022).
AMPL mendesak P3EK untuk menindaklanjuti kegiatan pembabatan/pengerusakan hutan mangrove sekitar 20 hektar di area kawasan hijau yang dilakukan oleh PT. MMP.
Diketahui koalisi tersebut diantaranya adalah GP Ansor Balikpapan, DPP Galeri Isu Strategis (GARIS), DPP Barisan Muda Masyarakat Indonesia (BUMI), DPD Ikatan Pemuda Karya Balikpapan, Forum Pemuda Peduli Bangsa, Dewan Pertanahan Dayak Kutai Banjar serta KNPI hasil Musda bersama yang diketuai oleh Galang.
Awalnya AMPL gelisah melihat pemberitaan diberbagai media, kemudian mencoba melakukan pertemuan. Yah, meskipun awalnya merasa kesal karena selalu dioper-oper ibaratkan bola kaki.
Hingga akhirnya terjadilah mediasi 09.00 Wita kemarin dengan suratan akan melakukan aksi membawa 500 orang, lalu P3EK menyurati DLH Provinsi serta Gakkum Kaltimra untuk melakukan diskusi.
Ada beberapa peraturan yang dilanggar perusahaan PT MMP dalam aktivitas pengerjaan proyek di Kawasan Teluk Balikpapan, di antaranya :
1. Perda No 12 tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Balikpapan.
2. UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
3. UU No 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang
4. Perda Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Provinsi Kalimantan Timur
5. Pelanggaran atas dikeluarkannya ijin prinsip atau yang serupa atas pelaksanaan pembabatan Hutan Mangrove yang dilindungi UU.
6. PT MMP beraktivitas sebelum ijin Analisa Dampak Lingkungan (Amdal) dikeluarkan.
Seiring berjalannya forum ada pekembangan tuntutan yang di lontarkan, berikut penjelasannya.
Diskusi yang terlihat harmonis tersebut mengembangkan tuntutan baru. Wakil Ketua Umum DPP BUMI, Binsair. Mengatakan, larangan pembabatan pohon di pinggir laut atau mangrove itu tertuang dalam pasal 50 Undang-Undang (UU) Kehutanan, dan diatur masalah pidananya pada pasal 78 dengan ancaman 10 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar.
Selain UU RI No 18 th 2013 ditambahkannya, pelaku juga bisa dijerat dengan UU RI No 32 th 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
“Apa pun alasannya, hal itu tidak dapat dibenarkan, karena selain kepentingan keselamatan lingkungan, itu juga menyangkut kepentingan ribuan bahkan jutaan orang lainnya, jadi jangan hanya karena kebutuhan beberapa orang, malah mengorbankan kepentingan umat manusia dalam jumlah lebih banyak lagi,” tegasnya.
Selain itu, aliansi tersebut juga melihat adanya perizinan berjamaah yang dinilai cacat prosedur.
“Paksaan pemerintah untuk memiliki persetujuan lingkungan hidup paling lama 30 hari, selain itu pemerintah memaksa melakukan rehabilitasi mangrove seluas 14,4 hektar dengan kordinasi direktorat jendral pengendalian pencemaran dan pengrusakan lingkungan serta DLH Balikpapan paling lama 30 hari,” ucap Anton dari Gakkum.
Ia juga mengungkapkan proses yang sudah jelas tidak taat aturan, namun tidak ada upaya penegakkan hukum dari pihak berwajib.
“Ada unsur-unsur pidana yang didorong, ada Undang-undang dan Perda yang dilanggar. Anda kasih rekomendasi, kalau gak bisa, anda keluar dari sini,” Tegas Suhardi.
(Beny).
Editor : Hidayat.