Kita sering mendengar Generasi Z (yang lahir antara 1997-2012), dipuji sebagai generasi yang jago teknologi, courious, dan cepat beradaptasi. Tapi, benarkah mereka siap jadi pemimpin negeri tercinta ini? Pertanyaan ini sering muncul di obrolan warung kopi sampai ruang rapat kementerian. Apalagi, dari data BPS (2023), Gen Z hampir 28% populasi di republik ini. Hampir sepertiga penduduk negeri ini adalah mereka! Ini bukan cuma angka, ini bonus demografi dan potensi besar. Tapi, gimana caranya mengubah potensi jadi aksi nyata?
Mereka tumbuh di era TikTok, Instagram, dan YouTube. Bagi Gen Z, bikin konten atau live streaming itu semudah mengirim chat. Tapi, teknologi itu juga ibarat pisau bisa untuk masak dan bisa juga buat melukai orang. Di tangan yang tepat, media sosial bisa jadi alat transparansi kebijakan atau layanan publik digital. Tapi, kalau salah pakai, hoaks dan ujaran kebencian bisa merajalela. Yang sempat kami tangkap, misalnya, kasus hoaks vaksin atau isu SARA yang viral tanpa fakta. Gen Z memang paham algoritma, tapi apakah mereka juga paham cara memfilter informasi? Ini PR besar buat pemerintah dan kita.
Contoh nyata, di Bandung, ada anak muda bikin aplikasi pengaduan sampah via Instagram. Warga bisa tag lokasi sampah menumpuk, lalu petugas langsung gerak. Tapi, di sisi lain, ada juga influencer muda yang share info palsu demi dapat views. Jadi, kuncinya bukan cuma melek teknologi, tapi juga bijak memakainya.
Jangan dikira Gen Z cuma bisa grinding di medsos. Di beberapa daerah, mereka mulai nyemplung ke politik. Misalnya, Wali Kota Bogor yang masih muda bikin terobosan layanan publik lewat aplikasi. Atau di Surabaya, ada program smart city yang digarap tim berusia 20-an. Ini bukti bahwa ide segar mereka bisa jalan kalau diberi kesempatan.
Nah, bayangkan jika Presiden Prabowo benar-benar membuka pintu untuk anak muda. Misalnya, nunjuk anak 25 tahun jadi staf ahli teknologi di kementerian, atau mungkin BUMN dipimpin anak muda yang paham big data biar efisien. Tapi, ini juga jadi tantangan, budaya paternalistik di Indonesia masih kuat. Banyak yang anggapan bahwa “Pengalaman itu nomor satu, anak muda belum tahu asam garam”, padahal zaman sudah berubah.
Di balik skill digital, kepemimpinan sejati butuh integritas. Di era yang serba ingin cepat terkenal, Gen Z sering dihadapkan pada godaan, ikut tren kontroversial demi follower atau tetap berpegang pada prinsip. Misalnya, fomo bikin konten prank yang kadang merugikan, atau seperti beberapa youtuber yang rela bahas isu lingkungan atau isu positif lain meski kurang views.
Nilai-nilai kebangsaan dan toleransi juga harus jadi pondasi dan mesti dipahami dan dihayati. Gen Z dikenal lebih terbuka pada perbedaan, tapi di medsos, mereka juga rentan terpancing debat kusir. Pernah lihat komentar di postingan politik? Kadang penuh hujatan dan bukan diskusi sehat. Di situlah pentingnya pembentukan karakter yang bisa di kampanyekan bahwa memimpin bukan cuma soal ide cemerlang, tapi juga kemampuan merangkul perbedaan.
Masalahnya, nggak semua Gen Z punya akses yang sama. Di kota sudah sampai tahap melek coding dan trading crypto, tapi di pelosok masih joged sadbor, di Kota sudah GBps di pelosok jaringan masih suka nge-Lag. Ini bisa jadi jurang Gen Z ikut partisipasi. Pemerintah perlu memastikan anak muda di pelosok juga dapat pelatihan, infrastuktur dan internet yang cukup. Jangan sampai yang maju cuma anak Jakarta atau Surabaya.
Selain itu meski energik Gen Z kadang dianggap kurang sabar. Mereka terbiasa dengan segala sesuatu yang instan, dari makanan delivery sampai informasi 10 detik di Reels. Padahal Pemimpin butuh proses, butuh juga kesabaran untuk dengar aspirasi warga yang beragam, atau negosiasi dengan pihak yang kadang nggak sepaham ini harus dipelajari. Untuk menjadi pemimpin sejati mereka membutuhkan nilai dasar Pancasila yang dapat menuntun mereka menuju kepemimpinan yang adil, berintegritas dan berpihak pada rakyat.
Kepemimpinan Pancasila mengajarkan tentang kemanusiaan yang adil dan beradab, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Nilai-nilai ini bukan hanya sekedar kata-kata, tetapi pedoman hidup yang harus dijadikan dasar dalam setiap langkah pemimpin. Generasi Z yang penuh dengan ide-ide segar dan perspektif baru perlu memahami nilai-nilai ini agar dapat memimpin dengan penuh tanggung jawab dan berfokus pada kesejahteraan bersama. Pemimpin yang tidak hanya cepat dan inovatif tetapi juga bijaksana, adil dan berorientasi pada kemanusiaan.
Sekaranglah waktunya memberi kesempatan kepada generasi Z untuk melangkah maju, membawa semangat Pancasila dan menjadi pemimpin yang tidak hanya cerdas tetapi juga berhati nurani. Generasi Z adalah pemimpin kita yang akan membawa Pancasila ke dalam aksi nyata, menjadikan Indonesia bukan hanya sekedar bangsa yang besar tetapi bangsa yang beradab, berkeadilan dan penuh kemanusiaan.*
Ditulis Oleh: Peserta Pelatihan Kepemimpinan Pengawas (PKP) Angatan I Tahun 2025 (Kelompok 1 Coach Rokip)