etamnews.com – Lubang tambang kembali memakan korban, kali ini, seorang bocah kelas 3 SD berinisial Ab ditemukan tak bernyawa mengapung di lubang bekas galian tambang batu bara yang berada di Berau.
Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim menyoroti jumlah korban yang meninggal di lubang tambang yang terus bertambah, dimana berdasarkan catatan mereka, total telah ada 41 orang yang meninggal tenggelam di lubang tambang dari 2011 sampai sekarang.
Mengutip hasil wawancara jurnalis samarindakita.com Muhammad Al Fatih, yang meminta tanggapan Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi pada Kamis (13/10/22) mengenai korban lubang tambang yang di masa kepemimpinan Isran-Hadi masih terus berjatuhan hingga saat ini.
Berikut hasil wawancara tersebut.
Setelah peristiwa di Berau, bagaimana pendapat anda tentang lubang bekas tambang yang masih terus memakan korban?
Sebenarnya kita tidak berharap lagi adanya korban meninggal di lubang tambang baik di lubang tambang dalam konsesi aktif maupun tidak aktif atau di areal koridor.
Berdasarkan keterangan dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Berau, kejadian itu terjadi di lubang bekas tambang yang kegiatannya ilegal.
Menurut anda, apa yang membuat persoalan lubang bekas tambang yang memakan korban ini tidak kunjung selesai?
Ada beberapa sebab terus bertambahnya orang yang meninggal di lubang tambang.
Secara umum, pengawasan dan sosialisasi terkait lubang tambang yang belum maksimal itu menjadi masalah utama. Petugas pengawas/inspektur tambang dari pusat yang ada di Kaltim jumlahnya sangat sedikit dengan jumlah tambang yang ada di Kaltim.
(Wagub Kaltim meminta konfirmasi ke Kepala Bidang Minerba Dinas ESDM Kaltim, Azwar Busra untuk jumlah pastinya. Berdasarkan keterangan Azwar, jumlah inspektur tambang dari Kementerian ESDM yang ditempatkan di Kaltim itu berjumlah 36 orang, sedangkan jumlah perusahaan tambang berdasarkan yang mendapatkan persetujuan dokumen RKAB (Rencana Kerja dan Anggaran Biaya) pertambangan tahun 2022 dari Direktorat Jenderal Minerba berjumlah sebanyak 272 perusahaan)
Kemudian, yang menjadi masalah adalah adanya lubang-lubang tambang yg tidak terdeteksi letaknya akibat peninggalan kegiatan pertambangan ilegal. Ini yang terjadi di kasus terakhir.
(Azwar kemudian menambahkan bahwa ada kesemrawutan yang terjadi saat peralihan Izin Usaha Pertambangan (IUP) dari kabupaten/kota ke provinsi dimana pada 2016 tercatat ada 1.404 IUP yang dimana banyak dari izin tersebut ternyata banyak yang sudah mati.
Pada tahun 2019, Pemprov Kaltim diwakili Dinas ESDM dan DPMPTSP melakukan pertemuan dengan Kementerian ESDM dan KPK yang kemudian mengerucutkan jumlah IUP yang ada menjadi 386 IUP.
Pada tahun 2020, kewenangan kemudian berpindah dari provinsi ke pusat setelah adanya UU Minerba, sehingga saat ini tidak ada data jumlah pasti mengenai IUP yang ada di Kaltim kecuali mengacu kepada dokumen RKAB. Azwar menyatakan telah bersurat dan akan bersurat lagi ke Kementerian ESDM untuk mendapatkan jumlah pasti data tersebut).
Terakhir, adalah tidak adanya rambu-rambu peringatan dilarang mandi atau bermain di lokasi tersebut tidak ada, ini terjadi apalagi di kawasan tambang ilegal.
Sempat ada kritikan agar Pemprov Kaltim dapat mengarahkan perusahaan yang tidak melakukan reklamasi untuk setidaknya memagari sekitar lubang tambang. Apakah langkah itu telah diambil?
Selama kewenangan izin pertambangan ada di provinsi, Dinas ESDM telah membuat surat edaran terkait kewajiban perusahaan untuk memagar, membuat tanda-tanda peringatan, melakukan sosialisasi kepada ring 1 dan 2 serta kepada sekolah-sekolah yang kawasannya berdekatan dengan daerah tambang.
Pengawasan secara berkelanjutan pun sudah dilaksanakan oleh perusahaan dan telah diperiksa oleh inspektur tambang.
(Ketika diminta mengenai dokumen surat edaran terkait, Azwar menyampaikan bahwa dokumen tersebut berada di kantor dan ia harus membuka arsip dahulu. Ia juga menyampaikan bahwa ada foto-foto lokasi lubang tambang yang telah dipagari dari pengawas, namun foto-foto itu pun juga ia sebut masih akan dicari dahulu).
Apakah dari lubang tambang yang ada di Kaltim sudah ada yang direklamasi sejak kepemimpinan Isran-Hadi?
Dalam kepemimpinan saya bersama Pak Isran, sudah banyak lahan-lahan yang direklamasi dan void yang ditutup dan itu dapat dilihat dari dokumen RKAB yang dibuat setiap tahunnya.
Apa langkah-langkah yang telah dilakukan Pemprov Kaltim terhadap keluarga korban lubang tambang juga perusahaan terkait sejauh ini, termasuk kasus terbaru ?
Sejauh ini, ada beberapa langkah yang dilakukan oleh Pemprov Kaltim beserta Dinas ESDM Provinsi ketika peristiwa seperti ini terjadi.
Pertama, menugaskan inspektur tambang untuk melakukan investigasi terhadap kejadian tersebut.
Kedua, memanggil Kepala Teknik Tambang untuk mempresentasikan penyebab terjadinya kejadian tersebut.
Ketiga, memberi peringatan keras kepada KTT dan manajemen.
Keempat, meminta kepada pihak perusahaan untuk mendatangi pihak keluarga korban dalam rangka memberi bantuan dan sebagainya.
Mengenai kasus ini sendiri, karena lokasi kejadian berada di kawasan bekas pertambangan ilegal, maka kami kemudian melakukan koordinasi dengan Dinas Lingkungan Hidup setempat serta menginfokan kepada inspektur tambang dari Kementerian ESDM yang ditempatkan di Kaltim.
Untuk perusahaan-perusahaan terkait, kami melakukan beberapa tahapan sanksi administrasi berupa teguran tertulis, penutupan sementara kegiatan hingga pencabutan izin.
Bagaimana tanggapannya atas lubang-lubang tambang yang di beberapa tempat telah menjadi tempat wisata dan budidaya perikanan ?
Dalam PP No. 78 Tahun 2010 telah diatur dimana reklamasi dilakukan dalam bentuk penghijauan kembali dengan melakukan penanaman tanaman cover crop, tanaman pionir dan tanaman lokal.
Sedangkan, terkait lubang bekas tambang yang kemudian dijadikan tempat wisata atau budidaya perikanan secara aturan bisa hanya saja perusahaan harus membuat kajian dan aturan agar lokasi yang digunakan untuk reklamasi bentuk lain dapat dilaksanakan dengan baik.
(Peraturan dimana lubang bekas tambang dapat dijadikan tempat wisata atau budidaya perikanan terdapat dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.7/2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, dimana dalam aturan tersebut disebutkan bahwa lahan bekas tambang boleh digunakan untuk keperluan lainnya seperti sumber air, budidaya perikanan, irigasi dan wisata).
Bagaimana pendapat anda mengenai pembahasan revisi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Kaltim yang dianggap memberi kelonggaran terhadap perusahaan tambang dan tidak melibatkan publik?
Anggapan itu tidak benar. Proses menuju penetapan RTRWP pasti melibatkan publik karena itu sudah aturan.
Pembahasannya juga telah melibatkan DPRD Provinsi Kaltim.
(Azwar menambahkan bahwa untuk saat ini pihak Pemprov Kaltim belum bisa berkomentar banyak terkait RTRWP.
Yang jelas, menurut dia agar kegiatan pertambangan tetap bisa berjalan dengan baik maka tetap dibuat aturan-aturan sampai dimana batas-batas yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Mengenai keterlibatan masyarakat sendiri, ia merasa keberadaan DPRD Provinsi Kaltim dalam penyempurnaan draft RTRWP tersebut merupakan bagian dari penyerapan aspirasi masyarakat dengan posisi mereka sebagai wakil rakyat).
*
Tanggapan JATAM Kaltim
Redaksi Samarindakita.com kemudian menghubungi Mareta Sari, Dimanisator JATAM Kaltim untuk memberikan tanggapan mengenai beberapa poin yang menjadi jawaban pihak Pemerintah Provinsi Kaltim dan Dinas ESDM.
Ia kemudian menyebutkan bahwa kematian di lubang tambang yang terus terjadi menunjukkan bahwa tidak adanya pelaksanaan atas seluruh aturan yang sudah dibuat. Ia juga merasa alasan Pemprov Kaltim mengenai kewenangan dan pengawasan yang berada di pusat tidak relevan karena saat kewenangan berada di kabupaten/kota dan kemudian sempat beralih ke provinsi pun terdapat kematian-kematian karena keberadaan lubang tambang.
Mereka mencatat, saat kewenangan berada di bawah kabupaten/kota terdapat 12 orang yang mati di lubang tambang. Sementara, dalam kurun waktu 2014-2020 saat kewenangan berada di bawah provinsi mereka mencatatkan terjadinya 27 kali kematian.
“Mau regulasinya dialihkan kemana pun, (percuma) selama tidak ada penegakkan hukumnya,” cecarnya.
Mengenai keberadaan surat edaran kepada perusahaan pertambangan untuk memagari dan memasang rambu-rambu di sekitar daerah tambang, ia menyebutkan bahwa himbauan mengenai hal tersebut memang pernah dilakukan. Namun menurutnya hal tersebut dilakukan setelah Rachmawati, ibu dari almarhum Raihan Saputra (10), korban tewas yang tenggelam di lubang tambang batubara pada tahun 2015 melakukan pelaporan ke berbagai pihak di pusat salah satunya Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Setelah pelaporan tersebut, beberapa kementeriaan hingga Komnas HAM melakukan kunjungan ke Kaltim dan kemudian mendesak seluruh perusahaan yang menyebabkan kematian dan yang berada di dekat pemukiman lubang-lubang tambangnya harus segera ditutup atau minimal diberi penanda seperti pagar dan plang.
Soal RKAB, ia menyebutkan bahwa itu kerap kali jadi legitimasi agar perusahaan dapat menjalankan seluruh aktivitas pertambangannya.
“Apakah ketika perusahaan secara rutin memenuhi RKAB dianggap beres masalahnya?” Tanyanya.
Sosok yang kerap disapa Eta ini mempertanyakan tanggung jawab perusahaan-perusahaan tambang terhadap kematian-kematian yang telah ditimbulkan. Ia juga mempertanyakan lokasi dan bentuk reklamasi yang disebut telah menunaikan kewajiban mereka melakukan reklamasi atas lubang tambang, pun termasuk jumlah serta nama-nama perusahaan yang telah melakukan reklamasi di Kaltim dari total keseluruhan izin usaha pertambangan yang ada.
Mengenai sanksi yang diterapkan oleh Pemerintah Provinsi Kaltim, ia menilai sanksi yang ada sejauh ini masih sangat minim dan rendah, hanya sanksi administratif berupa teguran. Tidak ada pencabutan terhadap izin perusahaan tambang yang telah menyebabkan kematian.
“Pemerintah tidak berani,” tandasnya.
Sebelumnya, dalam rilis yang disampaikan ke publik pada 10 Oktober 2022, JATAM Kaltim mengkritik Rencana Revisi RTRWP Kaltim 2022-2042 yang dalam pasal 114 dan lampiran peta wilayah pertambangan yang berdasarkan keterangan mereka menyatakan bahwa seluruh peruntukan ruang, baik kawasan budidaya atau kawasan lindung, baik di darat ataupun di laut, semua dapat dilakukan aktivitas pertambangan.
Penulis : Fatih