etamnews.com – Samarinda. Proses hukum kasus pengadaan Solar Cell di Kutai Timur terus bergulir, kini telah memasuki babak yang menegangkan bagi para terdakwa, pasalnya JPU mengklaim dengan menghadirkan sembilan orang saksi penting ini akan semakin memperjelas perbuatan pidana yang dilakukan para terdakwa.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah mengajukan empat orang terdakwa di Pengadilan Negeri Kota Samarinda, diantaranya adalah Panji Asmara Selaku Pengguna Anggaran, Heru Sutomo selaku PPK, Abdullah selaku pelaksana kegiatan Solar Cell, dan Johan selaku Pemilik barang. Namun karena pandemi covid 19 yang masih belum jua usai, para terdakwa akhirnya hanya mengikuti sidang secara online.
Berdasarkan keterangan saksi-saksi dan keterangan dari JPU bahwa kasus yang merugikan negara sebesar Rp. 53,6 Milyar itu melibatkan 113 CV untuk proses pencairan pengadaan anggaran.
Pada tahap persidangan yang dilaksanakan hari ini Rabu (31/8/22) dihadirkan sembilan orang saksi yang terlibat secara langsung untuk memberi keterangan dimuka pengadilan. Kesembilan orang saksi ini menurut JPU adalah saksi penting yang keterangannya dapat membuat konstruksi pidana yang dilakukan para terdakwa semakin terang benderang.
“Jadi saksi yang kami hadirkan di Pengadilan Tipikor hari ini adalah saksi penting yang mengetahui secara persis, karena mereka adalah pemilik CV yang digunakan untuk pencairan anggaran.” Ujar Yuda saat dikonfirmasi beberapa saat sebelum persidangan dimulai.
Oleh saksi pertama, Andika Trionata selaku pemilik CV, mewakili 19 CV yang ada di Kota Samarinda. Dalam keterangannya, bahwa CV miliknya tidak mendapatkan fee atas kontrak yang telah dibuat. Ia juga mengaku tidak pernah menandatangani kontrak.
“Atas penggunaan CV kami, kami tidak menerima fee” jawab saksi ketika ditanya hakim.
Dari keterangan saksi diketahui bahwa pencairan anggaran melewati proses kerja sama peminjaman CV dengan masing-masing kontraknya. Selanjutnya, anggaran pengadaan cair dengan nilai 171 juta rupiah untuk per paket kegiatan pengadaan solar Cell.
Namun kemudian, oleh Saksi Rismayanti memberi keterangan, bahwa dalam kontrak kesepakatannya dengan terdakwa zohan senilai 80 juta rupiah, tertera pembelian per paket kegiatan pengadaan barangnya hanya mencapai angka 80 juta rupiah ditambah 4 juta rupiah untuk biaya operasional, sehingga total keseluruhan menurut keterangan saksi ini senilai 90 juta rupiah saja dan tersisa nominal 81 juta rupiah.
“Jadi nilai anggaran per paket pengadaan solar cell itu 171 juta rupiah, tapi yang terpakai itu hanya 90 juta saja, anggarannya masih sisa 81 juta rupiah.” Ungkap Rismayanti.
Rismayanti adalah PNS di DPMPTSP yang diperintah Panji Asmara mengelola administrasi dan dokumen anggaran proyek pengadaan solar cell. Sadam Husein adalah kontraktor yang diberi pekerjaan pengadaan solar cell dan sekaligus menampung uang pembayaran proyek dari ratusan kontraktor yang ditunjuk mengerjakan pengadaan solar cell. Sadaruddin, juga kontraktor, selain mendapat pekerjaan pengadaan solar cell, juga menguangkan cek dari ratusan kontraktor setelah menerima pembayaran pekerjaan.
Terungkap pula dalam persidangan berdasarkan dari keterangan lima saksi kunci yang diperiksa dibawah sumpah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Samarinda yang diketuai Hindaryanto dengan hakim anggota Suprapto dan Nugrahini Meinastiti, hari ini, Rabu (31/08/2022) bahwa Panji Asmara menerima uang Rp30,6 miliar.
Lima saksi kunci yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang terdiri dari Kepala Kejaksaan Negeri Sangatta Henryadi W Putro, Arga Indra, dan Yuda dalam sidang, masing-masing Rismayanti, Sadam Husein, Sadaruddin, Aldi dan Prayoga.
Rismayanti adalah PNS di DPMPTSP yang diperintah Panji Asmara mengelola administrasi dan dokumen anggaran proyek pengadaan solar cell. Sadam Husein adalah kontraktor yang diberi pekerjaan pengadaan solar cell dan sekaligus menampung uang pembayaran proyek dari ratusan kontraktor yang ditunjuk mengerjakan pengadaan solar cell. Sadaruddin, juga kontraktor, selain mendapat pekerjaan pengadaan solar cell, juga menguangkan cek dari ratusan kontraktor setelah menerima pembayaran pekerjaan.
Sedangkan Prayoga dan Aldi adalah dua remaja berstatus mahasiswa yang diminta Panji Asmara menyediakan kendaraan, menemaninya dan sekaligus menjadi supirnya saat menerima uang proyek dari Sadam Husein sebanyak lima kali di Samarinda yang jumlah keseluruhannya Rp30,6 miliar, dalam bentuk uang tunai.
Penyerahan uang diawali dari komunikasi Panji Asmara dengan Rismayanti tentang uang yang sudah dikumpulkan Sadaruddin dari ratusan kontraktor. Setelah keduanya berkomunikasi, kemudian Rismayanti memerintahkan Sadaruddin mentransfer ke rekening perusahaan Sadam Husein.
Kemudian, Panji Asmara menetapkan hari, dimana Sadam Husein menyerahkan uang melalui Prayoga dan Aldi. Risma kemudian memberikan nomor telepon Prayoga dan Aldi ke Sadam Husein.
Dalam kesaksiannya di bawah sumpah, Sadam Husein mengatakan, dia menyerahkan uang Rp30,6 miliar kepada Aldi dan Prayoga dalam lima kali penyerahan di bulan Mei 2020, masing-masing Rp14.5 miliar, Rp2,8 miliar, Rp 2,11 miliar, Rp2,7 miliar, Rp3,7 miliar, dan Rp6,9 miliar.
“Penyerahan uang dilakukan di Bankaltimtara Prioritas di Jalan Awang Long Samarinda sebanyak 4 kali dan 1 kali di Jalan Merak (Hasan Basri) Samarinda. Uang diserahkan dalam bentuk tunai, setelah saya mencairkan cek di Bankaltimtara,” ujar Sadam.
Prayoga dan Aldi dibawah sumpah juga menerangkan, mobil yang digunakan mengambil uang dari Sadam Husein adalah miliknya dan dia pula yang jadi supir. Panji Asmara sendiri, kata Aldi juga ikut di mobil yang sama.
Sebelum mengambil uang di Bankaltimtara Prioritas, biasanya parkir di sekitar Taman Samarendah. Kemudian setelah Panji berteleponan, mobil yang disupirinya bergerak ke Bankaltimtara. Kemudian dia masuk ke ruang nasabah prioritas bertemu Sadam Husein.
“Setelah itu uang yang sudah dipecah-pecah ke dalam tas kresek, diangkat dan dimasukkan ke mobil. Di atas mobil, uang disambut Yoga (Prayoga),” kata Aldi.
Setelah uang dinaikkan ke mobil, dia kemudian membawa lagi mobil. Kemudian, ditengah jalan, lanjut Aldi, dia dan Yoga diturunkan Panji Asmara. Selanjutnya, mobilnya dan uang yang ada di dalamnya, dibawa Panji Asmara.
“Saya sendiri tidak tahu mobil dan uang yang ada di dalam mobil dibawa kemana. Tapi mobil saya sendiri, kemudian juga dikembalikan,” kata Aldi.
Menjawab pertanyaan anggota majelis hakim, Suprapto, saksi Aldi dan Prayoga mengatakan tak pernah dikasih uang sama Panji Asmara.
“Ada uang miliaran, masak ngak dikasih sama sekali,” tanya Suprapto.
“Benar, tak ada dikasih uang,” tegas Aldi.
Menurut JPU, Panji Asmara merupakan pemilik/pembawa anggaran ke Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kabupaten Kutai Timur di Tahun Anggaran 2020, memiliki jabatan sebagai Kepala Sub Bagian perencanaan Program Badan Pendapatan Daerah Kabupaten Kutai Timur.
Panji bersama tiga terdakwa lainnya yang melakukan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Perbuatan tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
Proses persidangan masih akan terus berlanjut sampai putusan final oleh Majelis Hakim. Sebab masih ada keterangan saksi lain yang akan dihadirkan di persidangan nantinya.
Penulis : Sabarno