Etamnews.com – Samarinda. Masyarakat Indonesia sempat dihebohkan dengan kabar akan naiknya harga mie instan hingga tiga kali lipat. Kabar itu sendiri datang dari pernyataan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.
Mengenai hal itu, Achmad Effendi, seorang dosen Fakultas Ekonomi Bisnis dan Politik Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur menilai bahwa sebenarnya tak ada kolerasi antara kenaikan harga mie instan dengan perang Rusia-Ukraina.
“Bahan pokok mie instan itu kan gandum, dan pasokan gandum Indonesia itu bukan hanya dari Ukraina, ada sekitar 8 negara yang menjadi pemasok gandum di Indonesia,” ujarnya.
Negara-negara tersebut, menurut Effendi, adalah Australia, Argentina, Kanada, Brazil, India, Amerika Serikat, Moldova, dan termasuk di dalamnya Ukraina.
Effendi mengakui, memang sejak konflik Rusia-Ukraina memanas, jumlah ekspor gandum Ukraina terhadap Indonesia menurun drastis sejak tahun 2021.
“Hingga tahun 2019, Ukraina merupakan pemasok tertinggi gandum untuk Indonesia, sejak 2021, Ukraina tidak lagi menjadi pemasok tertinggi, bahkan tahun ini hanya menyumbang 0.1% dari total impor gandum Indonesia,” paparnya.
Meskipun begitu, Effendi menekankan bahwa pasokan gandum dunia tidak terpengaruh konflik Rusia-Ukraina.
“Lihat saja sekarang harga di bursa komoditi untuk gandum cenderung stabil bahkan menurun. Di beberapa negara seperti Australia, Kanada, dan Amerika Serikat bahkan sedang panen raya gandum,” tekannya.
Effendi justru menilai, kebijakan kenaikan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) dari 10% menjadi 11% yang justru akan memengaruhi kenaikan harga-harga barang.
“Ini yang justru harus diwaspadai, apalagi pemerintah menargetkan bahwa kenaikan pajak ini akan naik terus secara bertahap sampai tahun 2025,”
Hal itu terjadi karena pemerintah menilai bahwa angka pajak di Indonesia ini masih rendah dibandingkan di negara-negara lain. Padahal, menurut Akademisi UMKT tersebut, kemampuan ekonomi masing-masing negara itu beda-beda.
Ditambah dengan, lanjut dia, kenaikan pajak saat ekonomi belum pulih akibat Pandemi hal ini justru dinilai kurang tepat.
“Menteri Keuangan berharap bahwa dengan kenaikan pajak ini akan menambah pemasukan pendapatan negara. Tapi kurang tepat karena ekonomi belum benar-benar pulih imbas pandemic Covid 19,” pungkasnya.
Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sendiri resmi naik dari 10 persen menjadi 11 persen per 1 April 2022. Dilansir dari Kompas (06/04/22), mie instan merupakan salah satu barang yang terkena imbas kenaikan PPN tersebut, barang-barang lain di antaranya adalah minyak goreng, token listrik, langganan platform streaming, juga pulsa dan paket data.
Penulis : Fatih.