Etamnews.com – Samarinda. Sudarno, ketua RT 30 Handi Bakti mengisahkan, Peminjaman lahan garapan oleh masyarakat tranmigrasi kepada kampung setempat berawal sekitar tahun 1977. Lalu pada Maret tahun 1980 terbit surat lahan transmigrasi. Belakangan, masyarakat Kelurahan Handil Bakti, Kecamatan Palaran, RT 30 mulai mengajukan permohonan sertifikat atas lahan tersebut.
Namun, permohonan tersebut mengalami penolakan akibat sertifikat transmigrasi telah lebih dulu terbit. Akibatnya, oleh BPN Samarinda menolak pengajuan sertifikat lahan untuk menghindari adanya tumpang tindih sertifikat lahan.
Padahal kata Sudarno, masyarakat setempat lah yang harusnya berhak memiliki surat kepemilikan lahan karena mereka telah lebih dulu tinggal dan menetap di wilayah tersebut.
Menurut dia, status lahan transmigrasi masyarakat pada saat itu mulanya adalah peminjaman oleh lahan oleh masyarakat setempat. Namun pada perjalanannya, lahan transmigrasi justru mengalami ekpansi yang menyerobot lahan masyarakat Handil Bakti. Ditambah terbitnya sertifikat hak milik tersebut membuat pihaknya menjadi kebingungan.
Sementara itu, usai pertemuan dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) kota Samarinda, Selasa (26/07) siang tadi, Ketua Komisi I DPRD Samarinda, Joha Fajal membenarkan adanya penolakan oleh BPN atas permohonan peningkatakan status kepemilikan tanah dari PPAT ke Sertifikat hak milik oleh masyakarat Handil Bakti.
Penolakan itu bukan tanpa alasan. Kata dia, BPN tak mau adanya tumpang tindih surat kepemilikan lahan.
“Makanya permasalahannya, masyarakat ini kan ada PPAT yang sudah ditempati selama bertahun-tahun ingin meningkatkan statusnya sebagai hak milik. Tapi BPN tidak akan mau. Karena merasa bahwa sudah ada sertifikat yang sudah terbit lebih dulu,” terang Joha.
Diketahui, sebanyak lima (5) orang yang telah memiliki sertifikat hak milik yang saat ini menjadi polemik antara pihak pemilik sertifikat dengan pihak masyakat Handil Bakti.
Menurut pihak masyarakat Handil Bakti, lahan atas sertifikat hak milik orang kelima orang tersebut overlap dengan SKMHT.
Meski demikian, masyakat tidak pernah terusik dengan adanya sertifikat yang overlap tersebut. Sebab hingga kini belum ada pihak yang mendatangi masyakat dengan mengakui bahwa lahan tersebut adalah miliknya. Hanya yang menjadi persoalan bagi mereka adalah tidak dapat meningkatkan status sertifikat tersebut menjadi hak milik.
Lebih jelas Politisi Nasdem itu menjelaskan, ada beberapa pemilik sertifikat yang terdaftar di BPN kota Samarinda namun si pemilik sertifikat tak bisa menunjukan sertifikat kepemilikannya.
“Ternyata berdasarkan pengakuan tadi pak Sarwan (pemilik sertifikat) benar disitu lokasinya. Cuma dia tidak memiliki sertifikat itu. Dia hanya menunjukan data bahwa lokasinya di situ,” ungkapnya.
Untuk itu, pihaknya meminta kepada masyakat terkait untuk menulusuri sertifikat berserta pemiliknya. Selanjutnya mereka memberi opsi untuk dapat diselesaikan dengan cara kekeluargaan.
“Kesimpulannya kita minta kepada pak RT dan warga untuk menulusuri sertifikat tersebut. Jika sudah ada maka kita akan panggil mereka untuk dicarikan win-win solusi,” pungkasnya.
(Nanda).
Editor : Rafik.