Etamnews.com – Samarinda. Angka kekerasan terhadap anak di Kaltim terbilang cukup mengkhawatirkan. Sepanjang tahun 2021 sendiri, Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) Kaltim mencatatkan bahwa telah terjadi sebanyak 450 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.
Angka tersebut pun di tahun 2022 berpotensi naik, karena sampai dengan 1 Juni 2022 telah dilaporkan terjadinya sebanyak 316 kasus, dengan presentase korban anak sebanyak 45 persen dan sisanya adalah perempuan dewasa.
Ditemui usai acara talkshow bertajuk Mengembangkan Karakter dan Kompetensi Anak Melalui Budaya Multiliterasi yang diadakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kaltim di Hotel Mercure pada Sabtu (23/07/22), Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi menekankan pentingnya peran seluruh lapisan masyarakat di level mikro.
“Ketua RT, lurah, tokoh masyarakat, guru, harus berperan penting,” tekannya.
Hadi mengungkapkan, kadang di level mikro, terjadi kurangnya komunikasi antar masyarakat, khususnya bagi anak dibawah umur yang memiliki gaya hidup tidak sehat.
“Ketua RT ini harusnya rajin berkomunikasi dengan masyarakat, masa ada kasus ketua RT enggak tahu kalau tetangganya (memakai) narkoba?,”ujarnya.
Hadi juga menyayangkan bahwa dosen dan guru pun kadang lupa memberi perhatian anak didiknya.
“Saya sempat baru ketemu, mahasiswi 6 semester tidak terbayar, karena bapaknya sudah meninggal, kemudian ia datang ke saya dan saya buat surat ke dekan fakultas,” sebutnya. “Yang seperti ini kan banyak, dan harusnya dosen itu tahu.”
“Harusnya begini, ini anak 6 semester kok enggak bayar? Panggil dong. Kenapa kamu enggak bayar 6 semester? Masalahnya apa? (Rupanya) bapaknya sudah meninggal. Masa’ yang tahu masalah begini malah wagub?” Tambahnya.
Hadi pun menghubungkan itu dengan pengalamannya saat pernah menjadi guru.
“Saya dulu pernah jadi guru, ada murid mengantuk terus di kelas, saat saya tanya ternyata dia malamnya jualan sampai jam 3,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, Fachmi Rozano, Kepala Seksi Perlindungan Perempuan dari Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DKP3A) menyayangkan bagaimana tingginya angka kekerasan terhadap anak justru terjadi dari orang-orang terdekat.
“Rata-rata orang terdekat korban, apakah itu paman atau orangtua angkat,” ujarnya.
(Fatih).
Editor : Rafik.