etamnews.com – Sangatta. Kejaksaan Negeri Kutai Timur (Kejari Kutim) telah menetapkan dan menahan empat orang tersangka kasus tindak pidana korupsi Pengadaan Sollar Cell PLTS Home System, keempat orang tersebut adalah HS seorang ASN yang bertindak selaku Pejabat Pembuat Komitmen, AB seorang ASN Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan, MZW selaku Direktur PT. BBE dan sebagai penyalur barang yang diadakan berupa Solar Cell Home System, PA selaku ASN pada Badan Pendapatan Daerah dan yang mengelola anggaran sebesar Rp. 75,8 Miliar yang dialokasikan untuk kegiatan pengadaan Solar Cell PLTS Home System Tahun Anggaran 2020.
Kini keempat tersangka itu harus mendekam di Rumah Tahanan Polres Kutai Timur untuk menjalani proses hukum lanjutan guna mempertanggungjawabkan perbuatan yang mereka lakukan.
Tak cukup dengan keterangan pers dari Kejaksaan Negeri Kutai Timur, media ini mencoba menelisik lebih dalam, apa dan bagaimana sebenarnya kasus yang merugikan keuangan negara dengan angka yang cukup fantastis itu. Tim redaksi etamnews.com kemudian mencoba mewawancarai pihak Kejari Kutim untuk mengetahui secara pasti bagaimana duduk perkara kasus tersebut.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan, diketahui bahwa kasus bermula dari adanya program yang diusulkan oleh tersangka PA melalui Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), program tersebut adalah “Pengadaan Solar Cell PLTS Home System” dengan total anggaran Rp. 90.730.424.562,00. Dari anggaran tersebut, sebesar Rp. 75,8 Milyar dikelola oleh Bapenda instansi tempat PA bertugas.
Janggal Sejak Awal
Proyek pengadaan Sollar Cell PLTS Home System, dari awal sudah terlihat janggal, pasalnya anggaran sebesar Rp. 90,73 Milyar atau persisnya adalah Rp. 90.730.424.562,00 itu kemudian dipecah sedemikian rupa hingga prosesnya tidak melalui lelang melainkan penunjukan langsung (PL).
Kuat dugaan dipecahnya proyek tersebut dalam bentuk PL sengaja dilakukan untuk menghindari mekanisme lelang. Melihat adanya kejanggalan itu, pihak Kejari Kutim kemudian menurunkan tim untuk melakukan audit rutin.
“Sejak April tahun 2021, kami sudah menurunkan tim untuk melakukan Penyelidikan terhadap kegiatan tersebut, karena jika dilihat dari prosesnya terlihat sekali ada kejanggalan, mulai dari jumlah anggaran yang sangat besar, kemudian pemecahan anggaran sebesar itu menjadi PL.” Ujar Kajari Kutim, Henriyadi W. Putro pada Sabtu, 23/07/2022.
Kajari Kutim juga menjelaskan bahwa ketika tim audit Kejari turun kelapangan, pada saat yang bersamaan sedang dilakukan pula audit rutin yang dilakukan oleh BPK RI Perwakilan Kaltim pada Dinas Penanaman Modal dan PTSP, sehingga pihak Kejari sekaligus meminta pihak BPK RI untuk melakukan audit investigatif dikarenakan pihaknya menemukan adanya indikasi kerugian negara dan cacat prosedur dalam kegiatan tersebut. Menurut pihak Kejari Kutim, seharusnya pengusulan suatu program haruslah melalui mekanisme tertentu, seperti musrenbang misalnya, namun pengadaan Sollar Cell PLTS Home System itu muncul tanpa melalui musrenbang, kejanggalan lainnya juga ditemukan pada keterlibatan PT. BBE yang merupakan penyalur barang yang diadakan sedangkan PT. BBE tidak berkontrak dengan Dinas Penanaman Modal dan PTSP Kabupaten Kutai Timur.
Selanjutnya berdasarkan temuan Tim Penyelidik pada bulan April 2021, akhirnya, bulan Mei 2021 kasus tersebut ditingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan namun pihak Kejari Kutim dalam hal ini belum menetapan status tersangka karena masih menunggu hasil audit investigatif dari BPK.
“Ya, kami mulai melakukan penyelidikan atas kasus tersebut pada bulan April 2021 lalu, dari hasil penyelidikan diperoleh bukti-bukti yang kuat, sehingga kasus ini kita tingkatkan dari penyelidikan ke penyidikan pada bulan Mei 2021.” Ujar Kajari yang akrab disapa Henry itu.
Mengajukan Permintaan Audit Investigatif Kepada BPK
Sekalipun telah menemukan berbagai bukti yang menguatkan dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam proyek pengadaan Sollar Cell PLTS Home System itu, pihak Kejari Kutim tidak mau gegabah dan terburu-buru dalam bertindak. Wal hasil pada bulan Juni 2021, pihak Korps berseragam coklat itu pun mengajukan permintaan audit investigatif terhadap proyek pengadaan Sollar Cell PLTS Home System tersebut kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Bukti-bukti yang kami miliki memang sudah cukup kuat, hanya saja kita tidak ingin bertindak diluar prosedur, karena itu kami meminta kepada BPK untuk melakukan audit investigatif terhadap pengadaan Sollar Cell PLTS Home System ini. Kami ingin semua proses berjalan dengan baik dan benar serta objektif, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, karena itu kami belum menetapkan siapa yang jadi tersangka sebelum semuanya terang dan jelas.” Imbuhnya.
Setelah menunggu beberapa bulan persisnya pada bulan November 2021, BPK kemudian melakukan audit investigatif proyek pengadaan Sollar Cell PLTS Home System, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK tahun 2022 dinyatakan adanya dugaan kerugian negara sebesar Rp. 53,6 Milyar, dengan adanya LHP BPK tersebut semakin menguatkan adanya dugaan tindak pidana korupsi.
“Benar, berdasarkan LHP BPK, ditemukan adanya dugaan kerugian negara sebesar Rp. 53,6 Milyar, ini semakin menguatkan bukti-bukti yang dimiliki penyidik yang didapatkan dari pemeriksaan saksi-saksi, maupun dokumen-dokumen yang ditemukan dan disita, sehingga berdasarkan pada bukti-bukti tersebut ditambah LHP BPK maka semua semakin terang benderang terkait adanya dugaan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan proyek pengadaan Sollar Cell PLTS Home System.” Terang Kajari.
Penetapan Tersangka dan Penahanan
Setelah kurang lebih satu tahun masa penanganan proyek pengadaan Sollar Cell PLTS Home System berjalan, akhirnya pihak Kejaksaan Negeri Kutai Timur yang dipimpin Henriyadi W. Putro itu menetapkan empat orang tersangka dengan inisial HS, AB, MZW dan PA, persis pada perayaan HUT Adhyaksa ke – 62, Jumat, 22/07/2022.
“Seperti yang sudah kami jelaskan, bahwa penanganan kasus ini memakan waktu relative cukup lama, karena kami ingin semua berjalan sesuai dengan proses dan prosedur hukum yang benar, transparan dan objektif, maka setelah semua berkas sudah lengkap, kami menetapkan empat orang sebagai tersangka dan langsung ditahan di Rumah Tahanan Polres Kutai Timur pada hari Jumat, 22 Juli 2022, keempat tersangka yang ditahan adalah HS, AB, MZW dan PA, untuk diketahui bahwa HS dan AB adalah ASN di Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (BPMPTSP) Kabupaten Kutai Timur, kemudian MZW adalah Direktur Perusahaan PT. BBE dan PA adalah ASN di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kabupaten Kutai Timur.” Pungkas Kajari.
Pasal Yang Disangkakan Kepada Para Tersangka
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus (Kasi Pidsus) Kejari Kutim Wasita Triantara, bahwa kepada para tersangka dikenakan pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Tipikor. Yakni Undang – Undang Nomor 31 sebagaimana diubah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dan khusus kepada tersangka AB dan PA dikenakan pasal berlapis yaitu selain pasal 2 dan pasal 3, juga dikenakan pasal 12 huruf (i).
“Setelah kita lakukan semua proses termasuk gelar perkara, maka para tersangka dikenakan pasal 2 dan 3 Undang – Undang Nomor 31 sebagaimana diubah dengan Undang – Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Kepada tersangka HB dan PA kami jerat juga dengan pasal 12 huruf (i). Perlu kami sampaikan, bahwa penetapan tersangka dan penerapan pasal ini juga didasarkan peran masing-masing tersangka, jadi semua dilakukan sesuai dengan kaidah hukum yang berlaku.” Tandasnya.
Berdasarkan informasi yang diterima media ini, bahwa pemeriksaan terhadap saksi dan pihak-pihak terkait masih terus dilakukan, sehingga jika nantinya ditemukan indikasi adanya keterlibatan pihak lain, tidak menenutup kemungkinan akan ada tersangka lain, namun pihak Kejari Kutim masih enggan menyampaikan lebih detail karena semua proses sedang berjalan.
Penulis : Hidayat
Editor : Idrus