Etamnews.com – Samarinda. Kekerasan seksual yang menghantui dan bergentayangan dilingkungan kampus kini menjadi perbincangan serius yang harus segera dituntaskan secepatnya. Hal ini tidak saja berakibat buruk pada korban, namun akan merembet pada moral Pendidikan Bangsa Indonesia.
“Kekerasan seksual dapat menjauhkan dari nilai-nilai akademik yang berada di kampus bahkan menghilangkan kepercayaan ditengah masyarakat,” jelasnya saat diwawancarai via WhatsApp, Jumat (7/7/2022).
Lebih lanjut Ia menghimbau bahwa Pimpinan perguruan tinggi harus secepatnya menuntaskan kejahatan itu, lanjutnya jika lambat bergerak maka akan menjalar kemana-mana, jika tidak tepat penanganannya akan menciptakan ketidakadilan terhadap korban.
Akademisi UINSI Samarinda itu juga mengingatkan bahwa pembentukan Satgas dan Penanganan Kekerasan Seksual atas peraturan yang telah dikeluarkan oleh Kementerian Pendidikan agar tidak hanya dijadikan lambang gugurnya kewajiban.
“Peraturan selayaknya peraturan harus menjadi jalan memberikan pencegahan terhadap kekerasan seksual dan pemberian sanksi bagi pelaku agar menjadi efek jera. Tujuannya agar Perguruan tinggi tetap murni dalam melaksanakan nilai-nilai akademik,” paparnya lebih lanjut.
Lebih dalam Suwardi menyebutkan beberapa faktor bisa menjadi alasan mengapa kekerasan seksual terjadi antara dosen kepada mahasiswa.
“Bisa faktor dari dosen itu sendiri atau ruang yang dibukakan oleh mahasiswa. Namun beberapa faktor yang berasal dari dosen, misalnya Intensitas pertemuan yang dilakukan saat kuliah, konsultasi, bimbingan dan pertemuan dengan alasan lain. Kondisi ruangan juga dapat mendukung terjadinya kekerasan seksual saat pertemuan dilakukan apabila tempatnya tertutup atau sukar dijangkau oleh khalayak ramai,” ujarnya.
Faktor dari mahasiswa, lanjut dia, juga bisa terjadi misalnya menggunakan pakaian yang tidak sopan atau etis sehingga mengundang terjadinya perbuatan kekerasan seksual. Dapat pula karena mahasiswa tidak lulus mata kuliah sehingga bermohon untuk lulus, akibatnya terjadi tawar menawar yang dapat memulai terjadinya kekerasan seksual.
“Untuk itu baik dosen maupun mahasiswa agar saling menjaga dan mengetahui mana hak dan kewajiban yang harus dilakukan sesuai tupoksi dalam Perguruan tinggi. Pihak Perguruan tinggi pula dapat menyediakan fasilitas yang representatif untuk ramah dan mencegah terjadinya perbuatan kekerasan seksual,” ungkapnya lebih jauh.
Alumnus Magister Hukum Universitas Gadjah Mada itu menyampaikan menurut analisa dibidang hukum bahwa jika terbukti melakukan perbuatan kekerasan seksual maka harus dilakukan pemecatan. Jika PNS maka diberhentikan dengan SK dan swasta dengan pemutusan hubungan kerja/putus kontrak. Apabila dalam proses yang sedang terjadi maka pimpinan sesuai tingkatan memberhentikan segala aktifitas yang dilakukan oleh terduga pelaku sehingga korban secara sikologis dapat merasakan keadilan. Selain itu rasa khawatir menjadi korban juga dapat terjadi apabila terduga pelaku masih beraktivitas seperti biasa.
“Maka dengan di stop kan sementara sampai ada putusan maka juga memudahkan proses hukum yang dilakukan penegakan hukum. Semua untuk citra Perguruan Tinggi,”pungkasnya.
(barno).
Editor : Hidayat.