Etamnews.com – Samarinda. Keberadaan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak (selanjutnya disebut sebagai (RUU KIA) menjadi pembahasan di tengah masyarakat setelah pada pertengahan bulan Juni, Puan Maharani, Ketua DPR RI menyampaikan Rancangan Undang-Undang ini ke publik. RUU ini sendiri awalnya diusulkan salah satunya oleh Luluk Nur Hamidah, Anggota Komisi IV DPR-RI dari Fraksi PKB.
Yang menjadi pembahasan dari RUU ini adalah poin dimana RUU ini mengatur bahwa seorang ibu yang hamil dan melahirkan akan mendapatkan cuti selama enam bulan, setelah sebelumnya masa cuti melahirkan diatur pada Undang-Undang no 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja dengan durasi waktu sebatas tiga bulan saja.
Haris Retno, Dosen Fakultas Hukum dari Universitas Mulawarman menanggapi positif dengan adanya RUU ini, dengan adanya RUU ini justru ibu dan anak memiliki payung hukum.
“Langkah maju terhadap perlindungan hak ibu dan anak, memberikan payung hukum untuk memastikan seorang ibu bisa mendampingi tumbuh kembang anak,” ujarnya saat dihubungi melalui panggilan telpon, Selasa (05/07/22).
Meskipun begitu, Haris Retno menyoroti tantangan yang akan dihadapi oleh pengesahan RUU KIA ini, menurutnya di negara Indonesia ini ada ego sektoral mengenai aturan hukum.
“Pasti banyak penolakan di kalangan pengusaha mengenai substansi aturan ini,” ujarnya. “Yang menjadi tantangan (lain), biasanya di Indonesia itu ada ego sektoral mengenai aturan hukum.”
Haris Retno juga menyebutkan bahwa RUU ini masih memiliki kelemahan yang perlu dibenahi, terkhusus mengenai muatan sanksi dalam RUU tersebut.
“Kalau misalnya perusahaan/lembaga tempat (seorang) perempuan bekerja tidak melaksanakan hal itu bagaimana? Sanksinya apa? Saya lihat belum ada.”ungkapnya.
“Melengkapi ketentuan sanksi dalam RUU ini penting, karena kalau tidak ada sanksi bisa diabaikan. Harapannya (rancangan) undang-undang ini bisa lebih ketat,” pungkasnya.
(fatih).
Editor : Hidayat.