etamnews.com – Jakarta. Selalu ada yang baru dari dinamika pembahasan hukum di Indonesia termasuk pembahasan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), setelah beberapa waktu lalu publik sempat heboh persoalan adanya pasal dalam RUU Pemasyarakatan yang menyebutkan perihal bolehnya narapidana keluar Lapas/Rutan untuk cuti untuk rekreasi. Kali ini dalam pembahasan RKUHP terdapat pasal yang cukup menarik perhatian.
Menurut Anggota Komisi III DPR RI Fraksi PDIP, Arteria Dahlan, ditargetkan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) akan selesai di masa sidang tahun ini.
Artinya, kemungkinan DPR bakal segera mengesahkan RKUHP sebelum masa persidangan tahun ini berakhir, yakni Agustus 2022.
Arteria menilai RKUHP merupakan Rancangan Undang-Undang di Indonesia yang fenomenal karena mereformasi peninggalan hukum zaman penjajahan. RKUHP juga merupakan produk hukum yang dibuat dengan memandang nilai-nilai adat lokal di Indonesia sehingga perlu didukung.
Menurutnya RKUHP bisa mendudukkan hukum pidana dengan hukum lokal sehingga dapat memayungi seluruh suku di Indonesia. RKUHP diharapkan dapat menjadi kedudukan hukum utama untuk memayungi hukum adat yang berlaku di setiap daerah di Indonesia.
Selain itu, RKUHP juga mengatur praktik santet dalam pasal 252. Politisi PDIP itu menjelaskan, praktik santet bakal diatur dalam KUHP karena secara faktual masih ada di daerah-daerah Indonesia.
Praktik ini bisa dilaporkan menjadi delik materil. Artinya, praktik santet baru bisa dilaporkan jika sudah menimbulkan akibat langsung ke seseorang.
“Kenapa kita buat (delik materil), karena dampaknya banyak. Kemudian mengakibatkan kerugian berkelanjutan. Kenapa norma ini kita buat? Orientasinya pencegahan. Biar gak marak, kemudian memberikan perlindungan pada calon korban,” kata Arteria.
Selain itu, satu isu krusial lainnya dalam RKUHP adalah pemidanaan perzinahan, termasuk perzinahan sejenis. Arteria menjelaskan, norma ini dibuat karena merujuk pada ketentuan beragam agama di Indonesia yang tidak mengizinkan perzinahan.
Terkait poin ini, dalam RKUHP termasuk dalam delik aduan. Dengan demikian, pemidanaan pada orang yang melakukan perzinahan baru bisa dilakukan setelah ada laporan masuk ke kepolisian.(dyt)