Etamnews.com – Sebuah kajian menyebutkan bahwa pada Pemilihan Umum di negara bagian Sabah atau yang oleh masyarakat Malaysia lebih dikenal dengan istilah “Pilihan Raya Negara” (PRN) tahun lalu memicu 2.979 kasus Covid-19 yang diharapkan pada minggu pertama berakhir, begitu menurut sebuah kajian yang diterbitkan Kamis lalu (27/05/2021).
Berdasarkan kajian, bahwa kasus tersebut mencakup 70 persen kasus baru yang dilaporkan di negara bagian itu pada 26 September (hari pemungutan suara) hingga 12 Oktober 2020, ketika pemerintah mulai memberlakukan perintah pengendalian gerakan bersyarat (PKPB) di Sabah dan beberapa negara bagian lainnya.
Disebutkan pula dalam kajian tersebut bahwa jumlah kasus berbeda-beda menurut distrik. Di antara distrik dengan kasus tertinggi adalah distrik Semporna (95,7 %), Tawau (79,5 %) dan Lahad Datu (96,7 %).
Di luar Sabah, kajian tersebut memperkirakan 64,4 persen kasus baru selama periode tersebut yang dapat dikaitkan dengan efek dari pelaksanaan dari PRN, dengan tambahan 1.741 kasus.
Ini menjadikan total 4.720 kasus nasional terkait dengan PRN.
Sebagian besar kasus dilaporkan di daerah perkotaan di semenanjung seperti distrik Petaling, Kuala Lumpur dan Johor, tetapi semua 114 distrik di luar Sabah yang memiliki kasus Covid-19 pada saat itu mengalami efek limpahan sampai batas tertentu.
“menurut perkiraan kami, meningkatnya kasus Covid – 19 ini bukan karena tren yang ada, upaya pemantauan dan / atau kebijakan pencegahan. Perkiraan ini menunjukkan kemungkinan adanya kerumunan massa dalam jumlah yang banyak di satu daerah sehingga berakibat pada tersebarnya virus corona di seluruh negeri. Demikian ungkap salah satu tim peneliti dari PLOS Computational Biology.
Ia juga menyatakan bahwa adanya pelonggaran kebijakan pembatasan kegiatan publik perlu dipertimbangkan dengan hati-hati, bahkan pada saat infeksi Covid rendah sekalipun, oleh karena itu social distancing harus terus di galakkan secara ketat dan sangat penting untuk menjaga agar tidak terjadi kerumunan. Demikian menurut penulis hasil penelitian.
Kajian tersebut menurutnya didasarkan pada grafik tentang tren Covid -19 di Malaysia dari 22 Maret hingga 12 Oktober – yaitu sehari sebelum dimulainya Social Distancing di Kuala Lumpur, Putrajaya, Selangor, dan Sabah.
Penelitian dilakukan oleh kelompok yang sebagian besar anggotanya berada di Sekolah Kesehatan Masyarakat Saw Swee Hock, Universitas Nasional Singapura. Hal itu bertujuan menjadikan Sabah PRN sebagai studi kasus untuk mengkaji bagaimana publik gathering dapat menyebabkan penyebaran Covid-19.
Studi ini dipublikasikan di jurnal PLOS Computational Biology.
Penularan besar
Studi tersebut menyebutkan bahwa dari 10 Juni hingga hari pemungutan suara pada 26 September tahun lalu, hanya ada sekitar 16 kasus baru dalam sehari di Malaysia.
Namun, 17 hari kemudian – setelah PRN hingga berlakunya social distancing – meningkat menjadi 190 kasus sehari, dengan sekitar 154 kasus dilaporkan di Sabah.
PRN Sabah diadakan setelah mantan menteri utamanya Musa Aman mencoba menggulingkan pemerintah negara bagian melalui peralihan dukungan anggota dewan pada 29 Juli 2020.
Menteri utama saat itu, Shafie Apdal kemudian mengumumkan majelis negara bagian. Hal itu menggagalkan upaya dan membuka jalan bagi penyelenggaraan PRN.
Mengutip laporan di media, studi tersebut mencatat risiko Covid -19 di Sabah pada awalnya rendah, dibantu oleh tingkat kepatuhan yang tinggi terhadap prosedur operasi standar – seperti memakai masker, social distancing, dan pemeriksaan suhu tubuh secara berkala.
Namun, adanya kerumunan di area terbuka yang tidak mematuhi protokol kesehatan dan adanya kerumunan melebihi batas 250 orang di area tertutup, telah meningkatkan risiko penularan.
“Meskipun kebijakan diubah dengan cepat, dengan membatasi 30 peserta untuk pembicaraan politik, tingkat infeksi yang tinggi dari epidemi serta peningkatan risiko penularan cukup untuk menyebabkan peningkatan kasus pasca-PRN di negara bagian itu,” kata studi tersebut. .
Menurut hasil penelitian tersebut, bahwa bertambahnya kasus Covid 19 di Malaysia juga disebab karena adanya perjalanan lintas negara bagian setelah PRN dan penundaan upaya untuk mencegah penyebaran, menyebabkan mereka yang kembali dari Sabah memicu wabah baru di negara bagian lain.
Sebelumnya, Perdana Menteri Muhyiddin Yassin mengakui keterkaitan antara kegiatan kampanye di Sabah dan gelombang ketiga penularan Covid-19 di Malaysia yang berlanjut hingga hari ini.
Pemerintah kemudian mengumumkan keadaan darurat di beberapa tempat untuk menunda pemilu di tiap-tiap negara bagian. Itu diikuti oleh keadaan darurat nasional mulai 11 Januari 2021.
Kemarin (Jumat, 28/05/2021), pemerintah Malaysia resmi mengumumkan pemberlakuan locdown total secara nasional selama dua minggu mulai Selasa ini (1 Juni 2021). (red.hai)